Selasa, 08 Juli 2014

Konservasi Arsitekur Museum Fatahillah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG
Konservasi merupakan hal penting dalam pelestarian sebuah bangunan, baik itu bangunan pariwisata, kebudayaan ataupun bersejarah. Konservasi diperlukan untuk menjaga kelestarian bangunan khas dan dapat dipertahankan dalam jangka panjang (sustainable).
Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi.
Gedung ini dulu adalah sebuah Balai Kota (bahasa Belanda: Stadhuis) yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn. Bangunan itu menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Dan padatanggal 30 Maret 1974, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.
Gedung Museum Sejarah Jakarta mulai dibangun pada tahun 1620 oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sebagai gedung balai kota kedua pada tahun 1626 (balai kota pertama dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi gedung sangat buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya gedung menyebabkan bangunan ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang dilakukan oleh pemerintah Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi menaikkan lantai sekitar 2 kaki (56 cm). Menurut suatu laporan 5 buah sel yang berada di bawah gedung dibangun pada tahun 1649. Tahun 1665 gedung utama diperlebar dengan menambah masing-masing satu ruangan di bagian Barat dan Timur. Setelah itu beberapa perbaikan dan perubahan di gedung stadhuis dan penjara-penjaranya terus dilakukan hingga menjadi bentuk yang kita lihat sekarang ini.

Selain digunakan sebagai stadhuis, gedung ini juga digunakan sebagai ‘’Raad van Justitie'’ (dewan pengadilan). Pada tahun 1925-1942, gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu diubah kembali menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968, gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Seperti umumnya di Eropa, gedung balaikota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan ‘’stadhuisplein'’. Menurut sebuah lukisan uang dibuat oleh pegawai VOC ‘'’Johannes Rach”’ yang berasal dari ‘'’Denmark”’, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju stadhuiplein. Pada tahun 1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah.
 
Bersejarahnya Museum Fatahillah dapat dilestarikan, oleh karena itu penulisan ini dibuat, agar keiconican bangunan belanda ini dapat dikonservasikan.

1.2              RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah penanganan tepat dan langkah yang baik untuk pelestarian museum bersejarah?

1.3              TUJUAN
Mendapatkan tips penganganan yang tepat agar museum bersejarah dapat dijadikan ikon pariwisata kota.

1.4              SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I             PENDAHULUAN, yang meliputi:
  1. Latar belakang masalah, menguraikan mengapa penulis sampai pada pemilihan topik permasalahan yang besangkutan.
  2. Perumusan masalah, memberikan batasan masalah yang jelas bagian mana dan persoalan yang dikaji dan bagian mana yang tidak.
  3. Tujuan, menggambarkan manfaat dan hasil-hasil yang diharapkan dan penelitian ini dengan memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.
  4. Sistematika pembahasan / penulisan, memberikan gambaran umum dari bab ke bab
BAB II            TINJAUAN PUSTAKA, yang meliputi:
Menguraikan landasan teori-teori yang menunjang dalam pembahasan penelitian dan dapat dipergunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang diangkat. Berisi tindakan pelestarian yang sesuai untuk bangunan museum bersejarah.
BAB III          GAMBARAN KAWASAN DAN BANGUNAN MUSEUM BERSEJARAH
Berisi kondisi eksisting kawasan dan bangunan berikut ulasan arsitekturalnya : kategori lingkungan, langgam fasade, elemen arsitektural yang khas, dan material yang digunakan.
BAB IV          USULAN PENANGANAN PELESTARIAN, yang meliputi:
Kesimpulan, usulan langkah, saran penanganan pelestarian bangunan bersejarah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pemeliharaan Bangunan
Maintenance1 atau pemeliharaan pada bangunan dimaksudkan sebagai gabungan dari tindakan teknis dan administratif yang dimaksudkan untuk mempertahankan, dan memulihkan fungsi bangunan sebagai mana yang telah direncanakan sebelumnya. Keberhasilan suatu bangunan dinilai dari kemampuan bangunan untuk ada pada kondisi yang diharapkan, yang dipengaruhi oleh beberapa persyaratan, antara lain:
1. persyaratan fungsional adalah persyaratan yang terkait dengan fungsi bangunan. Setiap bangunan memiliki persyaratan fungsional umum dan khusus yang perlu dipenuhi.
2. persyaratan performance

Masing-masing bangunan memiliki persyaratan performance bangunan yang sangat spesifik.
Performance bangunan mencakup banyak aspek, mulai dari performance fisik luar bangunan, sampai pada elemen-elemen Mechanical & Electrical (ME). Tindakan pemeliharaan bangunan sangat ditentukan oleh tuntutan performance yang terkait dengan fungsi bangunan.
3. persyaratan menurut Undang-undang. Persyaratan menurut undang-undang merupakan persyaratan bangunan yang tidak bisa diabaikan, karena menyangkut regulasi dan legalitas.
4. persyaratan menurut user. Persyaratan menurut user biasanya berkaitan dengan kenyamanan. Kenyamanan user merupakan ukuran keberhasilan suatu bangunan. Biasanya bangunan yang memiliki persyaratan user adalah bangunan-bangunan sewa dan bangunan-bangunan umum.

Idealnya, pada tahap desain, perencana telah menyusun kriteria-kriteria untuk menghasilkan suatu performansi tertentu sehingga aktifitas pemeliharaan yang dilakukan selama masa operasi gedung akan lebih efektif. Namun seringkali kriteria-kriteria semacam itu tidak dibuat sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan program pemeliharaan sampai tahap pelaksanaannya.
Kegiatan pemeliharaan bangunan meliputi berbagai aspek yang bisa dikategorikan dalam 4 kegiatan, yaitu:
·      Pemeliharan rutin harian.
·      Rectification (perbaikan bangunan yang baru saja selesai)
·      Replacement (penggantian bagian yang berharga dari bangunan)
·      Retrofitting (melengkapi bangunan sesuai kemajuan teknologi)

Secara sederhana, pemeliharaan bangunan dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu: pemeliharaan rutin dan pemeliharaan remedial/perbaikan.

Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dengan interval waktu tertentu untuk mempertahankan gedung pada kondisi yang diinginkan/sesuai. (Chanter Barrie & Swallow Peter, 1996, h.119 ). Contohnya pengecatan dinding luar 2 tahunan, pengecatan interior 3 tahunan, pembersihan dinding luar dll. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga berupa perbaikan atau penggantian komponen yang rusak, baik akibat proses secara alami atau proses pemakaian.
Pada pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan. Siklus pemeliharaan ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi, manual pemeliharaan maupun catatan pengalaman dalam pekerjaan pemeliharaan sebelumnya. Sehingga rencana program pemeliharaan, jenis pekerjaan dan anggaran dapat segera dibuat.
Kendala-kendala yang terdapat pada pemeliharaan rutin adalah :
1. Pemilik/owner

Seringkali para pemilik gedung tidak melaksanakan program pemeliharaan yang sudah dibuat, bahkan cenderung memperpanjang interval pemeliharaan dengan tujuan mengurangi beban biaya pemeliharaan agar keuntungan yang didapat lebih besar. Padahal dengan tertundanya jadwal pemeliharaan rutin akan mengakibatkan bertumpuknya kualitas kerusakan ( multiplier effect ) yang akhirnya membutuhkan biaya perbaikan yang jauh lebih besar.
2. Kurangnya data dan pengetahuan

Seringkali pemeliharaan rutin tidak dapat dilakukan akibat kurangnya data baik manual, sejarah pemeliharaan maupun dokumentasi. Disamping itu juga kekurangan pengetahuan dari personil pengelola gedung baik tingkat manajerial maupun pelaksana mengakibatkan program pemeliharaan dan pelaksanaannya kurang optimal.

Pemeliharaan Remedial
Pemeliharaan remedial adalah pemeliharaan perbaikan yang diakibatkan oleh:
1. Kegagalan teknis/manajemen bisa terjadi pada tahap konstruksi maupun tahap pengoperasian bangunan.
2. Kegagalan konstruksi dan desain, dalam hal ini faktor desain dan konstruksi berhubungan erat. Kesalahan dalam pemilihan bahan bangunan dan kesalahan dalam pelaksanaan atau pemasangan.
3. Kegagalan dalam pemeliharaan yang disebabkan oleh : Program pemeliharaan rutin yang dibuat tidak memadai, Program perbaikan yang tidak efektif, Inspeksi-Inspeksi yang tidak dilaksanakan dengan baik, dan Data-data pendukung pemeliharaan yang tidak mencukupi.

Secara lebih luas, kegiatan pemeliharaan dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Pemeliharaan terencana / planned
2. Pemeliharaan tidak terencana / unplanned

Pemeliharaan Bangunan Berlantai Banyak
Pada bangunan berlantai banyak yang disewakan, terdapat 3 pihak yang berke-pentingan dalam menentukan performance bangunan, yaitu:
MAINTENANCE
UNPLANNED
MAINTENANCE
PLANNED
MAINTENANCE
CORRECTIVE MAINTENANCE
(incl. emergency maintenance)
PREVENTIVE
MAINTENANCE
CONDITION BASED MAINTENANCE
SCHEDULED MAINTENANCE
CORRECTIVE MAINTENANCE
(incl. emergency maintenance)
·      Owner / pemilik gedung
·      Tenant / penyewa
·      Building Management/penge-lola bangunan.

Masing-masing pihak memiliki tuntutan performance berbeda. Mengingat kompleksitas peker-jaan yang sangat besar, maka manajemen pemeliharaan da-lam gedung bertingkat tinggi biasanya dilakukan oleh se-buah organisasi pemeliharaan yang disebut organisasi pemeliharaan gedung.
Organisasi pemeliharaan pada gedung perkantoran biasanya masuk dalam organisasi pengelola yang lebih besar yang disebut Building Management. Organisasi Building Management pada gedung berlantai banyak bervariasi tergantung pada organisasi induk, fungsi gedung, luas lantai dan jumlah lantai.
Dalam konteks pemeliharaan gedung, Building Management melaksanakan perawatan dan perbaikan gedung, fasilitas dan kelengkapan gedung dengan tujuan tercapainya :
·      Reliabilitas ( kehandalan )
·      Availabilitas ( ketersediaan )
·      Memperpanjang umur teknis
·      Memberikan nilai tambah

Untuk mencapai hal diatas maka Building Management harus membuat jadwal pemeliharaan sesuai spesifikasinya baik fisik gedung maupun mekanikal dan elektrikalnya.
Tindakan pemeliharan yang sifatnya mendadak dan tidak direncanakan, biasa dilakukan atas dasar komplain dari pihak penyewa/tenant. Komplain ini akan disampaikan pada customer service dan kemudian akan disampaikan kepada organisasi pemeliharaan gedung untuk ditindak lanjuti.

1.4. Pemeliharaan Bangunan Dengan Meterial Metal / Logam
Kemajuan industri dan teknologi logam (baja) sebagai material bangunan, membuat baja menjadi material yang handal dan banyak dipakai. Material ini banyak dipakai karena sifatnya yang kuat tarik maupun tekan, ringan, presisi dalam ukuran, mudah dalam pengerjaan sehingga menghemat waktu konstruksi. Namun diantara berbagai keunggulannya, material baja memiliki kekurangan yaitu sifatnya yang mudah berkarat/korosif.
Korosi sebenarnya suatu reaksi kimia pada logam dengan unsur lain yang berhubung dengannya, sehingga terjadi erosi pada salah satu permukaaan. Korosi dapat terjadi juga bila dua jenis logam bersentuhan dan terjadi perbedaan potensial listrik. Sementara menurut faktor penyebab, korosi bisa diklasifikasikan menjadi: 1. atmospheric corrosion, 2. immersed corrosion, 3. underground corrosion.
Selain baja yang korosif, ada beberapa jenis material logam lainnya yang tidak korosif dan lazim dipakai pada bangunan, antara lain: aluminium, stainless steel, dll. Logam jenis ini banyak dipakai dalam bangunan karena material ini tergolong material yang free maintenance.
Pemeliharaan Bangunan Konservasi
Karya seni bangunan dari manapun dan oleh siapapun sebaiknya dilihat sebagai bagian dari keberadaan total yang terbuka untuk dihargai dan memperkaya sumber-sumber pembangunan. Konservasi sebagai suatu proses memelihara ‘place’ untuk mempertahankan nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial yang berguna bagi generasi lampau, sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di dalamnya ‘maintenance’ sangat tergantung kepada keadaan termasuk juga ‘preservation‟, „restoration‟, „reconstruction‟ dan „adaptation‟ dan kombinasinya.
Maintenance’ bertujuan memberi perlindungan dan pemeliharaan yang terus menerus terhadap semua material fisik dari ‘place’, untuk mempertahankan kondisi bangunan yang diinginkan. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga bisa berupa perbaikan. Perbaikan mencakup ‘restoration’ dan ‘reconstruction’, dan harus diperlakukan semestinya. Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa diakibatkan oleh proses alami, seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses pemakaian, seperti goresan, pecah dsb.
Misalnya tentang talang :
·      Pemeliharaan, inspeksi dan pembersihan talang secara rutin
·      Perbaikan, restorasi; mengembalikan talang yang bergeser ketempat semula
·      Perbaikan, rekonstruksi, yaitu mengganti talang yang lapuk.

Pada pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan dan hal ini bisa ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi
Pemeliharaan pada bangunan konservasi mempunyai tingkat intervensi menurut skala peningkatan keradikalannya, yaitu :
1. Preservasi : berkenaan secara tidak langsung terhadap pemeliharaan artifak pada kondisi fisik yang sama seperti ketika diterima olek kurator. Penampilan estetiknya tidak boleh ada yang ditambah atau dikurangi. Intervensi apapun yang perlu untuk mem „preserve‟ integritas fisiknya hanya boleh pada permukaan (kulit) saja dan tidak mencolok (seperti kosmetik).
2. Restorasi : Menjelaskan proses pengembalian artifak pada kondisi fisik dalam periode yang silam yang berubah sebagai akibat dari perkembangan. Tahap mana yang tepat, ditentukan oleh kesejarahannya atau integritas estetikanya. Intervensi ini lebih radikal dari pada preservasi yang sederhana.
3. Konservasi dan Konsolidasi : Menjelaskan intervensi fisik terhadap bahan/elemen bangunan yang ada untuk meyakinkan kesinambungan integritas struktural. Ukurannya dapat berkisar dari terapi minor sampai yang radikal.
4. Rekonstitusi : Bangunan hanya dapat diselamatkan secara bagian per bagian, ditempat semula atau di tapak yang baru.
5. Penggunaan kembali yang adaptif : Seringkali merupakan cara yang ekonomis untuk menyelamatkan bangunan dengan mengadaptasikannya pada kebutuhan pemilik barunya. Melibatkan intervensi yang agak radikal, terutama pada organisasi ruang dalamnya.
6. Rekonstruksi : Menjelaskan tentang pembangunan kembali sebuah bangunan yang hilang di tempat semula. Bangunan rekonstruksi bertindak sebagai pengganti tiga dimensional dari struktur asli secara terukur, bentuk fisiknya ditetapkan oleh bukti arkeologis, kearsipan serta literatur.Merupakan salah satu intervensi paling radikal.
7. Replikasi : Dalam bidang arsitektur, berkenaan dengan konstruksi tiruan bangunan sebenarnya yang masih ada, tapi jauh letaknya. Replika tersebut menyerupai aslinya. Secara fisik replika lebih akurat daripada rekonstruksi, karena prototipnya dapat dipakai sebagai alat kontrol terhadap proporsi , polichrom, tekstur. ini merupakan intervensi paling radikal, tapi mempunyai kegunaan yang spesifik untuk sebuah musium misalnya.

Perhatian khusus dalam preservasi dan konservasi lingkungan bersejarah berbeda dari suatu negara dengan negara lain, akan tetapi beberapa prinsip yang melatar belakangi penting memelihara aset kota atau negara yang disarikan sebagai berikut:
1. Identitas dan „Sense Of Place‟ : Peninggalan sejarah adalah satu-satunya hal yang menghubungkan dengan masa lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu, serta membedakan kita dengan orang lain.
2. Nilai Sejarah : Dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang penting untuk dikenang, dihormati, dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara lingkungan dan bangunan yang bernilai historis menunjukan penghormatan kita pada masa lalu, yang merupakan bagian dari eksistensi masa lalu.
3. Nilai Arsitektur : Salah satu alasan memelihara lingkungan dan dan bangunan bersejarah adlah karena nilai instrinsiknya sebagai karya seni, dapat berupa hasil pencapaian yang tinggi, contoh yang mewakili langgam/mazhab seni tertentu atau sebagai landmark.
4. Manfaat ekonomis : Bangunan yang telah ada seringkali memiliki keunggulan ekonomis tertentu. Bukti empiris menunjukan bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada seringkali lebih murah dari pada membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek konservasi telah berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota yang sudah menurun kualitasnya, melalui program urban renewal dan adaptive-use .
5. Pariwisata dan Rekreasi : Kekhasan atau nilai sejarah suatu tempat telah terbukti mampu menjadi daya tarik yang mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut.
6. Sumber Inspirasi : Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa patriotisme, gerakan sosial, serta orang dan peristiwa penting di masa lalu.
7. Pendidikan : Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga-dimensi sebagai laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan dan kurun waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat, atau individu tertentu, serta lebih menghormati lingkungan alam.

Prinsip-Prinsip Konservasi Menurut Burra Charter
1. Tujuan akhir konservasi adalah untuk mempertahankan ‘cultural significance’ (nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial ) sebuah ‘place’ dan harus mencakup faktor pengamanan, pemeliharaan dan nasibnya di masa mendatang.
2. Konservasi didasarkan pada rasa penghargaan terhadap kondisi awal material fisik dan sebaiknya dengan intervensi sesedikit mungkin. Penelusuran penambahan-penambahan, perbaikan serta perlakuan sebelumnya terhadap material fisik sebuah ‘place’ merupakan bukti-bukti sejarah dan penggunaannya.
3. Konservasi sebaiknya melibatkan semua disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi dan penyelamatan ‘place’.
4. Konservasi sebuah ‘place’ harus mempertimbangkan seluruh aspek „cultural significance’nya tanpa mengutamakan pada salah satu aspeknya.
5. Konservasi harus dilakukan dengan melalui penyelidikan yang seksama yang diakhiri dengan laporan yang memuat ‘statement of cultural significance‟, yang merupakan prasyarat yang penting untuk menetapkan kebijakan konservasi.
6. Kebijakan konservasi akan menentukan kegunaan apa yang paling tepat.
7. Konservasi membutuhkan pemeliharaan yang layak terhadap ‘visual setting’, misalnya: bentuk, skala, warna, tekstur dan material. Pembangunan, peruntukan, maupun perubahan baru yang merusak ‘setting’, tidak diperbolehkan. Pembangunan baru, termasuk penyisipan dan penambahan bisa diterima,


dengan syarat tidak mengurangi atau merusak ‘cultural significance place’ tersebut.
8. Sebuah bangunan atau sebuah karya sebaiknya dibiarkan di lokasi bersejarahnya. Pemindahan seluruh maupun sebagian bangunan atau sebuah karya, tidak dapat diterima kecuali hal ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkannya.
9. Pemindahan isi yang membentuk bagian dari ‘cultural significance‟ sebuah ‘place‟ tidak dapat diterima, kecuali hal ini merupakan satu-satunya cara yang meyakinkan keselamatannya dan preservasinya.



BAB III
GAMBARAN MUSEUM FATAHILLAH

3.1       Museum Fatahillah
Langgam Bangunan
Arsitektur bangunannya bergaya abad ke-17 bergaya neoklasik dengan tiga lantai dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua. Bagian atap utama memiliki penunjuk arah mata angin.

Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi. Pekarangan dengan susunan konblok, dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon tua.

Interior
Tata ruang dalam Museum Fatahillah dipersiapkan untuk menampilkan cerita berdasarkan kronologis sejarah Jakarta dalam bentuk display, diperlukan koleksi-koleksi yang berkaitan dengan sejarah dan ditunjang secara grafis dengan menggunakan foto-foto, gambar-gambar dan sketsa, peta dan label penjelasan agar mudah dipahami dalam kaitannya dengan faktor sejarah dan latar belakang sejarah Jakarta.dengan beberapa fasilitas ruang antara lain: Perpus, kantin museum, ruang sinema, souvenir shop,ruang pertemuan, ruang pamer, taman dalam.

Serta aktivitas yang dapat diikuti seperti:
1. Wisata Jakarta Lama, minimal 20 Orang
2. Wisata Night at Museum, minimal 20 Orang
3. Workshop Sketsa Gedung Tua, minimal 10 Orang
4. Nonton Bareng film-film Jadul, minimal 20 Orang
5. Pentas Seni Ala Jakarta



2.2       Kondisi Bangunan Museum Fatahillah
• Fasad Bangunan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaD4tGThT-JRg2xLtkoDWBXwIefh-RIl0s-1va5K50B4iKhfikzmg-6M0WNhDWTs5WTvlL7V1bJL2QkcOyEhEqCYuTJQ2o2gROGrVoDfF5QNk5bw3zrcA4cVSSC1d1gL8W2rjIrjE9YEGV/s320/Slide4.JPG

Secara sepintas, Arsitektur museum ini bergaya abad ke-17 bergaya Neo-Klasik dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin yang mempertegas sisi solid dari bangunan ini.


• Lantai
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnYO1OLvCnJE6ADpalK3BInmHQ8uBrYw_dxj1n70DIhATR45BO1AwSLFqpz2fA_uBUu_JxLihhIuqW2u96UFT_PpxIt_S91Fy776Wj1c1kEebfdauAwUxS7lIgYQcxuA2_j3HO6xg09hdZ/s320/Slide5.JPG

Seluruh lantai bangunan gedung Museum Fatahillah menggunakan lantai kayu. Lantai seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan sisi luar. Lantai ubin secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti retak dan pecah.


• Dinding dan Kolom
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoZ96Ksnij7RfwG_LYPOiDrnQiaZ9R0xc-_A12UuhBjwKDOU4glU2Q_XaUdenjKUljyJwsRsdJajTs4unFFYZOuOdNvf0w8zoANV-4fYj8K2wmZPYLl-F6IcvR3Of6rzD5X4tRsvyIIjX7/s320/Slide6.JPG

Kolom yang ditampilkan dalam bangunan ini sangat kokoh dengan tiang-tiang tinggi yang berada disamping sepanjang bangunan tersebut dengan warna hitam serta cat dinding dengan warna putih.


• Jendela
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVs4hY3CnltyZwHYiJmtMMw_Jtn4tVvoPbBvULk7YgSxfZrPA-JMY39Y2hWwGbFVjH8NAAHTzgUcfrTPBImsZEtltLpOIWbK83LyZGK4qI3pbvV6RPx44Dvk0bSXwAeAh1JrFPzmMrqsB0/s320/Slide7.JPG

Bahan yang digunakan untuk jendela adalah kayu jati dengan warna hijau dengan kualitas baik. Kerusakan terparah adalah daun daun jendela banyak yang rapuh akibat kondisi alam dan. Selain itu engsel-engsel dalam kondisi tidak baik.


• Plafond
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicgiNMpePtG5Na4WoY6BY3g1h6w2Bf62brt1xLiKRPcshithVRtdfP2pi4bUsZ0njBGvs2ZvzGaPq4zD_PV57x22pbbvKO89RAVCtZ3IF_dzIN6EnjnrQz7jJtdxfXocaI-FvZKVjIaLaU/s320/Slide8.JPG

Plafon Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 dan plafond ini menggunakan bahan kayu. Pada plafond ini mengalami kerusakan cukup parah yaitu banyak terdapat kayu yang rapuh akibat dimakan binatang rayap.


• Atap
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7sMJT6eYKdYVvsX6ssUBvUgvfTVBxPdscIerjbn6LVBWiQzL5zw1egWphyphenhyphenHrQUhUdnEhZ3f3D-hgw8T_MsWfnDxocRSO5y-W1nY9DLILG-JlW47oGrhGS1caBWnLJCsSPM_19iqzuqsxj/s320/Slide9.JPG

Atap bangunan museum fatahillah ini menggunakan bahan genting dengan kualitas yang sangat baik. Bagian atap yang mengalami sedikit kerusakan hanya pada talang air yang terbuat dari pipa paralon menuju pembuangan kebawah.


• Potongan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFUXjwmtFnvTu5vqSO-43WQFIpC4KQzjBzIHU5YHZ6A1uGX-pcTpQuIpo3gcC5zFYeovyMAad-3oYI749HxK-ObZfehBpMITB7lIszUmp0SCAcoAfPFtvXNli7Y1wRnhzW91rw08S-6hPc/s320/Slide10.JPG

Tampak potongan yang terlihat dari museum fatahillah ini terlihat dengan detail-detail pada bagian ornamen lingkaran. Pada bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin.



BAB IV
USULAN PENANGANAN PELESTARIAN


4.1       Kesimpulan
Keberadaan Museum Fatahillah di Kawasan Kota Tua menjadi langkah yang tepat untuk mempertahankan dan melestarikan kebudayaan Belanda dan menjadi ikon pariwisata kota. Kawasan ini tentu membutuhkan perawatan dan penanganan khusus agar tidak mengalami renovasi besar-besaran sehingga cirri khas Belanda dapat tercermin dari fasade bangunan atau material yang notabene memakai warna mati.

4.2       Usulan
Agar Museum Fatahillah ini tetap hidup harus terus dipublikasikan baik media cetak maupun elektronik dan menarik banyak masyarakat dan komunitas untuk berkunjung dan melestarikannya, salah satunya dengan mengadakan sebuah pameran yang besar dan sebuah peragaan drama mengenai pembangunan Museum Fatahillah ini.
Atau dapat juga dengan memberikan tayangan documenter mengenai museum ini serta penambahan-penambahan diorama agar museum ini berkesan sangat nasionalis dan dramatis.
Disamping itu perlu diperketat peraturan dan pengawasan lahan agar tidak terjadinya kerusakan mengingat Museum Fatahillah terletak di depan plaza square yang besar dan memungkinkan terjadinya tindakan tidak terkontrol seperti tumpukan sampah atau kerusakan material. Pengawasan diperlukan untuk mempertahankan bangunan ini dalam jangka panjang, sebagai museum terlama dan bersejarah di Ibukota Indonesia.



Sumber :
www. wikipedia.org/museum_fatahillah
bernadus-eric.blogspot.com/2012/05/konservasi-arsitektur.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar