BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Konservasi merupakan hal penting
dalam pelestarian sebuah bangunan, baik itu bangunan pariwisata, kebudayaan
ataupun bersejarah. Konservasi diperlukan untuk menjaga kelestarian bangunan
khas dan dapat dipertahankan dalam jangka panjang (sustainable).
Museum
Fatahillah yang juga
dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum
yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat dengan luas lebih
dari 1.300 meter persegi.
Gedung ini dulu adalah sebuah Balai
Kota (bahasa Belanda: Stadhuis) yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas
perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn. Bangunan itu menyerupai Istana Dam
di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan
barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan,
dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Dan padatanggal 30
Maret 1974, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.
Gedung Museum Sejarah Jakarta mulai
dibangun pada tahun 1620 oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sebagai
gedung balai kota kedua pada tahun 1626 (balai kota pertama dibangun pada tahun
1620 di dekat Kalibesar Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini hanya bertingkat
satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi
gedung sangat buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya gedung
menyebabkan bangunan ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada,
tetapi menaikkan lantai sekitar 2 kaki (56 cm). Menurut suatu laporan 5 buah
sel yang berada di bawah gedung dibangun pada tahun 1649. Tahun 1665 gedung
utama diperlebar dengan menambah masing-masing satu ruangan di bagian Barat dan
Timur. Setelah itu beberapa perbaikan dan perubahan di gedung stadhuis dan
penjara-penjaranya terus dilakukan hingga menjadi bentuk yang kita lihat
sekarang ini.
Selain digunakan sebagai stadhuis, gedung ini juga digunakan sebagai ‘’Raad van Justitie'’ (dewan pengadilan). Pada tahun 1925-1942, gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu diubah kembali menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968, gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Seperti umumnya di Eropa, gedung balaikota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan ‘’stadhuisplein'’. Menurut sebuah lukisan uang dibuat oleh pegawai VOC ‘'’Johannes Rach”’ yang berasal dari ‘'’Denmark”’, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju stadhuiplein. Pada tahun 1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah.
Selain digunakan sebagai stadhuis, gedung ini juga digunakan sebagai ‘’Raad van Justitie'’ (dewan pengadilan). Pada tahun 1925-1942, gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu diubah kembali menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968, gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Seperti umumnya di Eropa, gedung balaikota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan ‘’stadhuisplein'’. Menurut sebuah lukisan uang dibuat oleh pegawai VOC ‘'’Johannes Rach”’ yang berasal dari ‘'’Denmark”’, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju stadhuiplein. Pada tahun 1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah.
Bersejarahnya Museum Fatahillah
dapat dilestarikan, oleh karena itu penulisan ini dibuat, agar keiconican bangunan belanda ini dapat
dikonservasikan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah penanganan tepat dan langkah yang baik untuk
pelestarian museum bersejarah?
1.3
TUJUAN
Mendapatkan tips penganganan yang
tepat agar museum bersejarah dapat dijadikan ikon pariwisata kota.
1.4
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB
I
PENDAHULUAN, yang meliputi:
- Latar belakang masalah, menguraikan mengapa penulis sampai pada pemilihan topik permasalahan yang besangkutan.
- Perumusan masalah, memberikan batasan masalah yang jelas bagian mana dan persoalan yang dikaji dan bagian mana yang tidak.
- Tujuan, menggambarkan manfaat dan hasil-hasil yang diharapkan dan penelitian ini dengan memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.
- Sistematika pembahasan / penulisan, memberikan gambaran umum dari bab ke bab
BAB
II TINJAUAN
PUSTAKA, yang meliputi:
Menguraikan landasan teori-teori
yang menunjang dalam pembahasan penelitian dan dapat dipergunakan dalam menyelesaikan
permasalahan yang diangkat. Berisi tindakan pelestarian yang sesuai untuk bangunan
museum bersejarah.
BAB
III GAMBARAN KAWASAN DAN
BANGUNAN MUSEUM BERSEJARAH
Berisi kondisi eksisting kawasan dan
bangunan berikut ulasan arsitekturalnya : kategori lingkungan, langgam fasade,
elemen arsitektural yang khas, dan material yang digunakan.
BAB
IV USULAN PENANGANAN
PELESTARIAN, yang meliputi:
Kesimpulan, usulan langkah, saran
penanganan pelestarian bangunan bersejarah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemeliharaan
Bangunan
Maintenance1 atau pemeliharaan pada bangunan
dimaksudkan sebagai gabungan dari tindakan teknis dan administratif yang
dimaksudkan untuk mempertahankan, dan memulihkan fungsi bangunan sebagai mana
yang telah direncanakan sebelumnya. Keberhasilan suatu bangunan dinilai dari
kemampuan bangunan untuk ada pada kondisi yang diharapkan, yang dipengaruhi
oleh beberapa persyaratan, antara lain:
1. persyaratan fungsional adalah
persyaratan yang terkait dengan fungsi bangunan. Setiap bangunan memiliki
persyaratan fungsional umum dan khusus yang perlu dipenuhi.
2.
persyaratan performance
Masing-masing
bangunan memiliki persyaratan performance bangunan yang sangat spesifik.
Performance
bangunan
mencakup banyak aspek, mulai dari performance fisik luar bangunan,
sampai pada elemen-elemen Mechanical & Electrical (ME). Tindakan
pemeliharaan bangunan sangat ditentukan oleh tuntutan performance yang
terkait dengan fungsi bangunan.
3.
persyaratan menurut Undang-undang. Persyaratan menurut undang-undang merupakan
persyaratan bangunan yang tidak bisa diabaikan, karena menyangkut regulasi dan
legalitas.
4.
persyaratan menurut user. Persyaratan menurut user biasanya
berkaitan dengan kenyamanan. Kenyamanan user merupakan ukuran
keberhasilan suatu bangunan. Biasanya bangunan yang memiliki persyaratan user
adalah bangunan-bangunan sewa dan bangunan-bangunan umum.
Idealnya,
pada tahap desain, perencana telah menyusun kriteria-kriteria untuk menghasilkan
suatu performansi tertentu sehingga aktifitas pemeliharaan yang dilakukan
selama masa operasi gedung akan lebih efektif. Namun seringkali
kriteria-kriteria semacam itu tidak dibuat sehingga menimbulkan kesulitan dalam
menentukan program pemeliharaan sampai tahap pelaksanaannya.
Kegiatan
pemeliharaan bangunan meliputi berbagai aspek yang bisa dikategorikan dalam 4
kegiatan, yaitu:
·
Pemeliharan
rutin harian.
·
Rectification
(perbaikan bangunan yang baru saja selesai)
·
Replacement
(penggantian bagian yang berharga dari bangunan)
·
Retrofitting
(melengkapi bangunan sesuai kemajuan teknologi)
Secara
sederhana, pemeliharaan bangunan dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu:
pemeliharaan rutin dan pemeliharaan remedial/perbaikan.
Pemeliharaan
Rutin
Pemeliharaan
rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dengan interval waktu tertentu
untuk mempertahankan gedung pada kondisi yang diinginkan/sesuai. (Chanter
Barrie & Swallow Peter, 1996, h.119 ). Contohnya pengecatan dinding luar 2
tahunan, pengecatan interior 3 tahunan, pembersihan dinding luar dll. Jenis
pekerjaan pemeliharaan rutin juga berupa perbaikan atau penggantian komponen
yang rusak, baik akibat proses secara alami atau proses pemakaian.
Pada
pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan. Siklus
pemeliharaan ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup
dalam bentuk dokumentasi, manual pemeliharaan maupun catatan pengalaman dalam
pekerjaan pemeliharaan sebelumnya. Sehingga rencana program pemeliharaan, jenis
pekerjaan dan anggaran dapat segera dibuat.
Kendala-kendala
yang terdapat pada pemeliharaan rutin adalah :
1.
Pemilik/owner
Seringkali
para pemilik gedung tidak melaksanakan program pemeliharaan yang sudah dibuat,
bahkan cenderung memperpanjang interval pemeliharaan dengan tujuan mengurangi
beban biaya pemeliharaan agar keuntungan yang didapat lebih besar. Padahal
dengan tertundanya jadwal pemeliharaan rutin akan mengakibatkan bertumpuknya
kualitas kerusakan ( multiplier effect ) yang akhirnya membutuhkan biaya
perbaikan yang jauh lebih besar.
2.
Kurangnya data dan pengetahuan
Seringkali
pemeliharaan rutin tidak dapat dilakukan akibat kurangnya data baik manual,
sejarah pemeliharaan maupun dokumentasi. Disamping itu juga kekurangan
pengetahuan dari personil pengelola gedung baik tingkat manajerial maupun
pelaksana mengakibatkan program pemeliharaan dan pelaksanaannya kurang optimal.
Pemeliharaan
Remedial
Pemeliharaan
remedial adalah pemeliharaan perbaikan yang diakibatkan oleh:
1. Kegagalan teknis/manajemen
bisa terjadi pada tahap konstruksi maupun tahap pengoperasian bangunan.
2. Kegagalan konstruksi dan
desain, dalam hal ini faktor desain dan konstruksi berhubungan erat. Kesalahan
dalam pemilihan bahan bangunan dan kesalahan dalam pelaksanaan atau pemasangan.
3.
Kegagalan dalam pemeliharaan yang disebabkan oleh : Program pemeliharaan rutin
yang dibuat tidak memadai, Program perbaikan yang tidak efektif,
Inspeksi-Inspeksi yang tidak dilaksanakan dengan baik, dan Data-data pendukung
pemeliharaan yang tidak mencukupi.
Secara
lebih luas, kegiatan pemeliharaan dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Pemeliharaan terencana / planned
2.
Pemeliharaan tidak terencana / unplanned
Pemeliharaan Bangunan Berlantai Banyak
Pada
bangunan berlantai banyak yang disewakan, terdapat 3 pihak yang berke-pentingan
dalam menentukan performance bangunan, yaitu:
MAINTENANCE
UNPLANNED
MAINTENANCE
PLANNED
MAINTENANCE
CORRECTIVE MAINTENANCE
(incl. emergency maintenance)
PREVENTIVE
MAINTENANCE
CONDITION BASED MAINTENANCE
SCHEDULED MAINTENANCE
CORRECTIVE MAINTENANCE
(incl. emergency maintenance)
·
Owner / pemilik gedung
·
Tenant / penyewa
·
Building Management/penge-lola bangunan.
Masing-masing pihak memiliki tuntutan performance berbeda.
Mengingat kompleksitas peker-jaan yang sangat besar, maka manajemen
pemeliharaan da-lam gedung bertingkat tinggi biasanya dilakukan oleh se-buah
organisasi pemeliharaan yang disebut organisasi pemeliharaan gedung.
Organisasi pemeliharaan pada gedung perkantoran biasanya
masuk dalam organisasi pengelola yang lebih besar yang disebut Building
Management. Organisasi Building Management pada gedung berlantai banyak
bervariasi tergantung pada organisasi induk, fungsi gedung, luas lantai dan
jumlah lantai.
Dalam konteks pemeliharaan gedung, Building Management
melaksanakan perawatan dan perbaikan gedung, fasilitas dan kelengkapan gedung
dengan tujuan tercapainya :
·
Reliabilitas ( kehandalan )
·
Availabilitas ( ketersediaan )
·
Memperpanjang umur teknis
·
Memberikan nilai tambah
Untuk mencapai hal diatas maka Building Management harus
membuat jadwal pemeliharaan sesuai spesifikasinya baik fisik gedung maupun
mekanikal dan elektrikalnya.
Tindakan pemeliharan yang sifatnya mendadak dan tidak direncanakan,
biasa dilakukan atas dasar komplain dari pihak penyewa/tenant. Komplain
ini akan disampaikan pada customer service dan kemudian akan disampaikan
kepada organisasi pemeliharaan gedung untuk ditindak lanjuti.
1.4. Pemeliharaan Bangunan Dengan Meterial Metal / Logam
Kemajuan industri dan teknologi logam (baja) sebagai material
bangunan, membuat baja menjadi material yang handal dan banyak dipakai.
Material ini banyak dipakai karena sifatnya yang kuat tarik maupun tekan,
ringan, presisi dalam ukuran, mudah dalam pengerjaan sehingga menghemat waktu
konstruksi. Namun diantara berbagai keunggulannya, material baja memiliki
kekurangan yaitu sifatnya yang mudah berkarat/korosif.
Korosi sebenarnya suatu reaksi kimia pada logam dengan unsur
lain yang berhubung dengannya, sehingga terjadi erosi pada salah satu
permukaaan. Korosi dapat terjadi juga bila dua jenis logam bersentuhan dan
terjadi perbedaan potensial listrik. Sementara menurut faktor penyebab, korosi
bisa diklasifikasikan menjadi: 1. atmospheric corrosion, 2. immersed
corrosion, 3. underground corrosion.
Selain baja yang korosif, ada beberapa jenis material logam
lainnya yang tidak korosif dan lazim dipakai pada bangunan, antara lain:
aluminium, stainless steel, dll. Logam jenis ini banyak dipakai dalam
bangunan karena material ini tergolong material yang free maintenance.
Pemeliharaan
Bangunan Konservasi
Karya seni bangunan dari manapun dan oleh siapapun sebaiknya
dilihat sebagai bagian dari keberadaan total yang terbuka untuk dihargai dan
memperkaya sumber-sumber pembangunan. Konservasi sebagai suatu proses
memelihara ‘place’ untuk mempertahankan nilai-nilai estetik, sejarah,
ilmu pengetahuan dan sosial yang berguna bagi generasi lampau, sekarang dan
masa yang akan datang, termasuk di dalamnya ‘maintenance’ sangat
tergantung kepada keadaan termasuk juga ‘preservation‟, „restoration‟,
„reconstruction‟ dan „adaptation‟ dan kombinasinya.
‘Maintenance’ bertujuan memberi perlindungan dan
pemeliharaan yang terus menerus terhadap semua material fisik dari ‘place’,
untuk mempertahankan kondisi bangunan yang diinginkan. Jenis pekerjaan
pemeliharaan rutin juga bisa berupa perbaikan. Perbaikan mencakup ‘restoration’
dan ‘reconstruction’, dan harus diperlakukan semestinya.
Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa diakibatkan oleh proses alami,
seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses pemakaian, seperti goresan, pecah
dsb.
Misalnya tentang talang :
·
Pemeliharaan, inspeksi dan pembersihan talang secara rutin
·
Perbaikan, restorasi; mengembalikan talang yang bergeser
ketempat semula
·
Perbaikan, rekonstruksi, yaitu mengganti talang yang lapuk.
Pada pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan
siklus pemeliharaan dan hal ini bisa ditentukan berdasarkan data fisik gedung
dan equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi
Pemeliharaan pada bangunan konservasi mempunyai tingkat
intervensi menurut skala peningkatan keradikalannya, yaitu :
1. Preservasi
: berkenaan secara tidak langsung terhadap pemeliharaan artifak pada
kondisi fisik yang sama seperti ketika diterima olek kurator. Penampilan
estetiknya tidak boleh ada yang ditambah atau dikurangi. Intervensi apapun yang
perlu untuk mem „preserve‟ integritas fisiknya hanya boleh pada
permukaan (kulit) saja dan tidak mencolok (seperti kosmetik).
2. Restorasi :
Menjelaskan proses pengembalian artifak pada kondisi fisik dalam periode yang
silam yang berubah sebagai akibat dari perkembangan. Tahap mana yang tepat,
ditentukan oleh kesejarahannya atau integritas estetikanya. Intervensi ini
lebih radikal dari pada preservasi yang sederhana.
3. Konservasi
dan Konsolidasi : Menjelaskan intervensi fisik terhadap bahan/elemen
bangunan yang ada untuk meyakinkan kesinambungan integritas struktural.
Ukurannya dapat berkisar dari terapi minor sampai yang radikal.
4. Rekonstitusi
: Bangunan hanya dapat diselamatkan secara bagian per bagian, ditempat
semula atau di tapak yang baru.
5. Penggunaan
kembali yang adaptif : Seringkali merupakan cara yang ekonomis untuk
menyelamatkan bangunan dengan mengadaptasikannya pada kebutuhan pemilik
barunya. Melibatkan intervensi yang agak radikal, terutama pada organisasi
ruang dalamnya.
6. Rekonstruksi
: Menjelaskan tentang pembangunan kembali sebuah bangunan yang hilang di
tempat semula. Bangunan rekonstruksi bertindak sebagai pengganti tiga
dimensional dari struktur asli secara terukur, bentuk fisiknya ditetapkan oleh
bukti arkeologis, kearsipan serta literatur.Merupakan salah satu intervensi
paling radikal.
7. Replikasi : Dalam bidang arsitektur, berkenaan
dengan konstruksi tiruan bangunan sebenarnya yang masih ada, tapi jauh
letaknya. Replika tersebut menyerupai aslinya. Secara fisik replika lebih
akurat daripada rekonstruksi, karena prototipnya dapat dipakai sebagai alat kontrol
terhadap proporsi , polichrom, tekstur. ini merupakan intervensi paling
radikal, tapi mempunyai kegunaan yang spesifik untuk sebuah musium misalnya.
Perhatian khusus
dalam preservasi dan konservasi lingkungan bersejarah berbeda dari suatu negara
dengan negara lain, akan tetapi beberapa prinsip yang melatar belakangi penting
memelihara aset kota atau negara yang disarikan sebagai berikut:
1. Identitas dan
„Sense Of Place‟ : Peninggalan sejarah adalah satu-satunya hal yang
menghubungkan dengan masa lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat
tertentu, serta membedakan kita dengan orang lain.
2. Nilai Sejarah
: Dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang penting
untuk dikenang, dihormati, dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara lingkungan
dan bangunan yang bernilai historis menunjukan penghormatan kita pada masa
lalu, yang merupakan bagian dari eksistensi masa lalu.
3. Nilai
Arsitektur : Salah satu alasan memelihara lingkungan dan dan bangunan
bersejarah adlah karena nilai instrinsiknya sebagai karya seni, dapat berupa
hasil pencapaian yang tinggi, contoh yang mewakili langgam/mazhab seni tertentu
atau sebagai landmark.
4. Manfaat
ekonomis : Bangunan yang telah ada seringkali memiliki keunggulan ekonomis
tertentu. Bukti empiris menunjukan bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada
seringkali lebih murah dari pada membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek
konservasi telah berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota yang
sudah menurun kualitasnya, melalui program urban renewal dan adaptive-use .
5. Pariwisata
dan Rekreasi : Kekhasan atau nilai sejarah suatu tempat telah terbukti mampu
menjadi daya tarik yang mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut.
6. Sumber
Inspirasi : Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa
patriotisme, gerakan sosial, serta orang dan peristiwa penting di masa lalu.
7. Pendidikan : Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah
melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda
tiga-dimensi sebagai laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan
dan kurun waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat, atau individu tertentu,
serta lebih menghormati lingkungan alam.
Prinsip-Prinsip Konservasi Menurut Burra Charter
1. Tujuan akhir
konservasi adalah untuk mempertahankan ‘cultural significance’
(nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial ) sebuah ‘place’
dan harus mencakup faktor pengamanan, pemeliharaan dan nasibnya di masa
mendatang.
2. Konservasi
didasarkan pada rasa penghargaan terhadap kondisi awal material fisik dan
sebaiknya dengan intervensi sesedikit mungkin. Penelusuran
penambahan-penambahan, perbaikan serta perlakuan sebelumnya terhadap material
fisik sebuah ‘place’ merupakan bukti-bukti sejarah dan penggunaannya.
3. Konservasi
sebaiknya melibatkan semua disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi
terhadap studi dan penyelamatan ‘place’.
4. Konservasi
sebuah ‘place’ harus mempertimbangkan seluruh aspek „cultural
significance’nya tanpa mengutamakan pada salah satu aspeknya.
5. Konservasi
harus dilakukan dengan melalui penyelidikan yang seksama yang diakhiri dengan
laporan yang memuat ‘statement of cultural significance‟, yang merupakan
prasyarat yang penting untuk menetapkan kebijakan konservasi.
6. Kebijakan
konservasi akan menentukan kegunaan apa yang paling tepat.
7. Konservasi membutuhkan pemeliharaan yang layak terhadap ‘visual
setting’, misalnya: bentuk, skala, warna, tekstur dan material.
Pembangunan, peruntukan, maupun perubahan baru yang merusak ‘setting’,
tidak diperbolehkan. Pembangunan baru, termasuk penyisipan dan penambahan bisa
diterima,
dengan syarat
tidak mengurangi atau merusak ‘cultural significance place’ tersebut.
8. Sebuah
bangunan atau sebuah karya sebaiknya dibiarkan di lokasi bersejarahnya.
Pemindahan seluruh maupun sebagian bangunan atau sebuah karya, tidak dapat
diterima kecuali hal ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk
menyelamatkannya.
9. Pemindahan isi yang membentuk bagian dari ‘cultural
significance‟ sebuah ‘place‟ tidak dapat diterima, kecuali hal ini
merupakan satu-satunya cara yang meyakinkan keselamatannya dan preservasinya.
BAB III
GAMBARAN MUSEUM FATAHILLAH
3.1
Museum Fatahillah
Langgam Bangunan
Arsitektur bangunannya bergaya abad
ke-17 bergaya neoklasik dengan tiga lantai dengan cat kuning tanah, kusen pintu
dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua. Bagian atap utama memiliki
penunjuk arah mata angin.
Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi. Pekarangan dengan susunan konblok, dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon tua.
Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi. Pekarangan dengan susunan konblok, dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon tua.
Interior
Tata ruang dalam Museum Fatahillah
dipersiapkan untuk menampilkan cerita berdasarkan kronologis sejarah Jakarta
dalam bentuk display, diperlukan koleksi-koleksi yang berkaitan dengan sejarah
dan ditunjang secara grafis dengan menggunakan foto-foto, gambar-gambar dan
sketsa, peta dan label penjelasan agar mudah dipahami dalam kaitannya dengan
faktor sejarah dan latar belakang sejarah Jakarta.dengan beberapa fasilitas
ruang antara lain: Perpus, kantin museum, ruang sinema, souvenir shop,ruang
pertemuan, ruang pamer, taman dalam.
Serta aktivitas yang dapat diikuti
seperti:
1. Wisata Jakarta Lama, minimal 20
Orang
2. Wisata Night at Museum, minimal 20 Orang
3. Workshop Sketsa Gedung Tua, minimal 10 Orang
4. Nonton Bareng film-film Jadul, minimal 20 Orang
5. Pentas Seni Ala Jakarta
2. Wisata Night at Museum, minimal 20 Orang
3. Workshop Sketsa Gedung Tua, minimal 10 Orang
4. Nonton Bareng film-film Jadul, minimal 20 Orang
5. Pentas Seni Ala Jakarta
2.2 Kondisi
Bangunan Museum Fatahillah
• Fasad Bangunan
Secara sepintas, Arsitektur museum ini bergaya abad ke-17 bergaya Neo-Klasik dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin yang mempertegas sisi solid dari bangunan ini.
• Lantai
Seluruh lantai bangunan gedung Museum Fatahillah menggunakan lantai kayu. Lantai seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan sisi luar. Lantai ubin secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti retak dan pecah.
• Dinding dan Kolom
Kolom yang ditampilkan dalam bangunan ini sangat kokoh dengan tiang-tiang tinggi yang berada disamping sepanjang bangunan tersebut dengan warna hitam serta cat dinding dengan warna putih.
• Jendela
Bahan yang digunakan untuk jendela adalah kayu jati dengan warna hijau dengan kualitas baik. Kerusakan terparah adalah daun daun jendela banyak yang rapuh akibat kondisi alam dan. Selain itu engsel-engsel dalam kondisi tidak baik.
• Plafond
Plafon Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 dan plafond ini menggunakan bahan kayu. Pada plafond ini mengalami kerusakan cukup parah yaitu banyak terdapat kayu yang rapuh akibat dimakan binatang rayap.
• Atap
Atap bangunan museum fatahillah ini menggunakan bahan genting dengan kualitas yang sangat baik. Bagian atap yang mengalami sedikit kerusakan hanya pada talang air yang terbuat dari pipa paralon menuju pembuangan kebawah.
• Potongan
Tampak potongan yang terlihat dari museum fatahillah ini terlihat dengan detail-detail pada bagian ornamen lingkaran. Pada bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin.
BAB IV
USULAN PENANGANAN PELESTARIAN
4.1
Kesimpulan
Keberadaan Museum
Fatahillah di Kawasan Kota Tua menjadi langkah yang tepat untuk mempertahankan
dan melestarikan kebudayaan Belanda dan menjadi ikon pariwisata kota. Kawasan
ini tentu membutuhkan perawatan dan penanganan khusus agar tidak mengalami
renovasi besar-besaran sehingga cirri khas Belanda dapat tercermin dari fasade
bangunan atau material yang notabene memakai warna mati.
4.2
Usulan
Agar Museum
Fatahillah ini tetap hidup harus terus dipublikasikan baik media cetak maupun
elektronik dan menarik banyak masyarakat dan komunitas untuk berkunjung dan
melestarikannya, salah satunya dengan mengadakan sebuah pameran yang besar dan
sebuah peragaan drama mengenai pembangunan Museum Fatahillah ini.
Atau dapat juga
dengan memberikan tayangan documenter mengenai museum ini serta
penambahan-penambahan diorama agar museum ini berkesan sangat nasionalis dan
dramatis.
Disamping itu
perlu diperketat peraturan dan pengawasan lahan agar tidak terjadinya kerusakan
mengingat Museum Fatahillah terletak di depan plaza square yang besar dan
memungkinkan terjadinya tindakan tidak terkontrol seperti tumpukan sampah atau
kerusakan material. Pengawasan diperlukan untuk mempertahankan bangunan ini dalam
jangka panjang, sebagai museum terlama dan bersejarah di Ibukota Indonesia.
Sumber :
www. wikipedia.org/museum_fatahillah
bernadus-eric.blogspot.com/2012/05/konservasi-arsitektur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar